Ada banyak penderita hipertensi yang berakhir dengan timbulnya komplikasi berupa stroke. Mereka tidak tahu selama ini diri mereka menderita hipertensi hingga timbul komplikasi serius. Menurut spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, dr Arieska Ann Soenarta, hipertensi memang sering kali tidak bergejala, tetapi akibat yang ditimbulkannya bisa fatal.
''Pada penderita hipertensi, aliran darahnya memiliki tekanan yang tinggi. Aliran darah bertekanan tinggi yang terjadi selama bertahun-tahun itu menyebabkan pembuluh darah rusak. Pembuluh darah pun menjadi tebal, kaku, dan mudah mengalami penyempitan bahkan tersumbat,'' ujar dr Ann yang juga Ketua The Indonesia Society of Hypertension (Inash) ini.
Akibatnya, lanjut dr Ann, aliran darah akan terhambat. Padahal, melalui pembuluh itulah darah mengalir untuk menyuplai zat nutrisi dan oksigen bagi sel-sel tubuh. Ketika aliran darah terhambat, berbagai komplikasi pun bisa terjadi.
Bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak, timbullah stroke. Bila terjadi di pembuluh darah jantung, jadilah serangan jantung. Bila kerusakan terjadi di pembuluh darah di retina mata, bisa menyebabkan kebutaan. Bila mengenai pembuluh darah di ginjal, bisa menyebabkan gagal ginjal.
''Penelitian membuktikan hipertensi merupakan faktor risiko yang paling banyak menyebabkan peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular,'' tambah dr Ann.
Yang menjadi soal, lanjut dr Arieska, hampir semua kasus hipertensi timbul tanpa menunjukkan gejala. Hipertensi yang kini dialami sekitar 16%-17% penduduk Indonesia ini umumnya baru disadari saat kondisi penderitanya sudah telanjur parah. Seperti ketika sudah terjadi stroke atau gagal jantung.
Satu-satunya jalan untuk mengetahui adanya hipertensi adalah melalui pengukuran tekanan darah secara teratur. Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya 140/90 mmHg atau lebih.
"Sekali orang terdeteksi menderita hipertensi, ia harus menjalani pengobatan dan menjalani gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat penting dijalankan. Selain dipengaruhi oleh faktor genetis dan meningkatnya usia, timbulnya hipertensi juga dipengaruhi gaya hidup tak sehat."
Lebih lanjut, dr Ann menjelaskan tinggi rendahnya tekanan darah dipengaruhi berbagai faktor. Salah satunya adalah renin angiotensin system (RAS). Sistem ini melibatkan suatu zat bernama angiotensin I yang dihasilkan ginjal dan jaringan tubuh. Oleh suatu enzim, angiotensin diubah menjadi angiotensin II yang kemudian menempel pada sebuah reseptor, yakni AT1. Setelah menempel, barulah angiotensin II bisa bekerja memengaruhi pembuluh darah jadi menyempit.
Baru-baru ini sebuah hasil penelitian tentang efektivitas salah satu jenis obat golongan ARB, yakni telmisartan, dirilis. Penelitian bernama studi Ontarget (Ongoing Telmisartan Alone and in combination with Ramipril Global Endpoint Trial) itu dilakukan sejak 2003 dan melibatkan 25.620 pasien di negara-negara pada lima benua. Hasilnya, telmisartan terbukti memberi perlindungan setara dengan ramipril yang merupakan standar emas pengobatan hipertensi. Namun, dalam hal efek samping, telmisartan lebih unggul. Itu disebabkan ramipril menimbulkan efek samping berupa batuk-batuk sedang ARB tidak demikian.
''Kandungan farmakologis unik telmisartan juga terbukti memiliki efek kerja yang lebih lama hingga 24 jam, aman bagi penderita gagal ginjal dan cocok untuk penderita hipertensi yang juga mengalami diabetes,'' ujar dr Ann. (Nik/S-2/*)
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun).
Gejala
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
Penyebab Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
Hipertensi sekunder/li>
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
|
Saya usia 27 tahun sudah mengalami hipertensi setelah melahirkan karena saat melahirkan mengalami pre eklamsi g tau kenapa y?
ReplyDeletey bisa saja di karenakan keturunan mb,,, salin itu bs jg karena ibu cemas dan takut saat melahirkan sehingga memicu detak jantung ckup cepat mb,,,
ReplyDeleteberapa lama waktu yang d butuhkan hipertensi menyebabkan komplikasi
ReplyDeletelama dan tndk nya trgantung parah dan tdk nya mb,, kmudian kondisi pasien jg berpngaruh terhdap komplikasinya
ReplyDeletekalo faktor keturunan.. apa bs sembuh total, ya..
ReplyDeletekalo keturunan atau karena gen hnya bisa di hindari atau di cegah,,,
ReplyDelete